"Kak... Kak.. bangun.... Ada yang nyariin", suara adik saya membangunkan saya dari tidur yang sangat tidak mengenakkan.
Saya masih panik dan masih bingung. Mau menaruh 500 merpati yang akhirnya sudah bertambah 150 merpati karena saya tetap nekat mencari merpati kemarin ini. Ibu saya seperti biasa, masih kesal dan menantikan orang-orang pemerintahan untuk datang dan membasmi semua merpati-merpati saya.
Oh iya, saya punya tamu, siapa gerangan? Saya melangkah ke ruang tamu dan menemukan seorang pria dan wanita yang sudah cukup berumur. Saya tidak mengenal mereka, siapa mereka?
"Mba Cha?", tanya pria tersebut.
"Iya? Maaf ada keperluan apa yah? Bisa saya bantu?", balas saya yang merasa kalau saya saat ini yang butuh bantuan. Demi merpati-merpati itu. Demi jiwa-jiwa yang saya takutkan tersesat.
"Saya, Pria, dan ini Wanita, istri saya. Saya harap, kami tidak menganggu Mba Cha pagi ini", pria ramah itu sembari memperkenalkan istrinya.
"Kami ingin menawarkankan lahan kosong kami untuk dipakai sebagai kadang burung merpati sementara", timpal istrinya
"Apa?", saya cukup terkejut dengan kedatangan mereka, tambah terkejut pula dengan pernyataan istrinya.
"Meminjamkan? Waduh, maaf pak, saya gak punya uang. Maka dari itu saya menaruh merpati-merpati itu di atas rumah saya", jawab saya enteng.
"Gratis, mba", sahut pria itu dengan senyuman
Saya hanya berpikir, mungkinkan mereka bala bantuan dari simbol-simbol semiotika dalam
kehidupan yang saya pernah lupakan? Seharusnya saat ini semiotika saya sudah mati karena berubah menjadi hipersemiotika! Lalu mereka memberontak karena tidak mau saya lupakan? Bala bantuan yang kebetulan!
"Kenapa bisa gratis? Apakah ada sesuatu yang harus saya lakukan nanti untuk anda berdua?", tanya saya dengan curiga.
"Tolong terima saja dulu tawaran kami. Semua ini kami lakukan dengan tulus. Percayalah bahwa ini memang jalannya untuk mba bertemu dengan kami."
"Baiklah... Dimana lahan kosongnya?"
"Daerah Patal Senayan.."
Apa? Saya kaget! Ini kebetulan yang aneh! Dan saya harus percaya, sekali lagi, harus percaya kembali dengan kebetulan! Saya benci kebetulan, karena kebetulan-kebetulan membawa kebingungan yang dahsyat bagi saya. Patal Senayan, daerah yang sangat dekat dengan tempat eksekusi BDM 2008. Kebetulan yang parah!
"Baiklah...", saya hanya menjawab sepenggal kata itu sambil menahan pusing yang saya benci karena kebetulan yang saya benci itu terjadi!
Saya melihat sepasang suami istri itu meninggalkan saya dengan no telpon di tangan saya dan dengan banyak pertanyaan yang terlihat di wajah saya. Kenapa begini? Kenapa begitu? Seperti si burung hantu jaman dulu itu.
Lekas saya berpikir kembali, bagaimana caranya memindahkan 650 burung merpati yang saya pelihara saat ini. Mengingat pak RT dan pak RW pasti dengan senang membantu, sayapun bertolak kerumah masing-masing kepala rukun tetangga warga dan tetangga saya untuk mendapatkan bantuan tersebut, yang bisa saja, sebuah kebetulan lagi! Tapi benar, Pak RT sedang di rumah Pak RW! Argh! Saya benci kebetulan.
"Jadi kamu mau minta batuan saya untuk memindahkan burung-burung itu?", tanya Pak RW kepada saya sambil memberi pandangan bahagia kepada Pak RT.
"Iya, Pak. Mungkin boleh dibantu?"
"Bisa! Mau kapan?", tanya Pak RT.
"Siang ini?"
"OK!", jawab keduanya spontan
Yang saya hanya bisa lakukan cuman tetap kembali ke rumah dengan bingung dengan kebetulan pagi ini.
Tapi saya harus berpikir keras, bagaimana caranya membawa semua merpati itu turun yah?
Telepon genggam sayapun berbunyi.... Mengeluarkan sebuah nama... Sebuah kebetulan lagi?
nb: kembali mentokssss... hak3!!!!! 160908, 21:44, masih di kantor :P, maap kalau terkesan garing dan membetekan, pengen ngelanjutin koq yah mentoks ma kerjaan. hak3!!!
Saya masih panik dan masih bingung. Mau menaruh 500 merpati yang akhirnya sudah bertambah 150 merpati karena saya tetap nekat mencari merpati kemarin ini. Ibu saya seperti biasa, masih kesal dan menantikan orang-orang pemerintahan untuk datang dan membasmi semua merpati-merpati saya.
Oh iya, saya punya tamu, siapa gerangan? Saya melangkah ke ruang tamu dan menemukan seorang pria dan wanita yang sudah cukup berumur. Saya tidak mengenal mereka, siapa mereka?
"Mba Cha?", tanya pria tersebut.
"Iya? Maaf ada keperluan apa yah? Bisa saya bantu?", balas saya yang merasa kalau saya saat ini yang butuh bantuan. Demi merpati-merpati itu. Demi jiwa-jiwa yang saya takutkan tersesat.
"Saya, Pria, dan ini Wanita, istri saya. Saya harap, kami tidak menganggu Mba Cha pagi ini", pria ramah itu sembari memperkenalkan istrinya.
"Kami ingin menawarkankan lahan kosong kami untuk dipakai sebagai kadang burung merpati sementara", timpal istrinya
"Apa?", saya cukup terkejut dengan kedatangan mereka, tambah terkejut pula dengan pernyataan istrinya.
"Meminjamkan? Waduh, maaf pak, saya gak punya uang. Maka dari itu saya menaruh merpati-merpati itu di atas rumah saya", jawab saya enteng.
"Gratis, mba", sahut pria itu dengan senyuman
Saya hanya berpikir, mungkinkan mereka bala bantuan dari simbol-simbol semiotika dalam
kehidupan yang saya pernah lupakan? Seharusnya saat ini semiotika saya sudah mati karena berubah menjadi hipersemiotika! Lalu mereka memberontak karena tidak mau saya lupakan? Bala bantuan yang kebetulan!
"Kenapa bisa gratis? Apakah ada sesuatu yang harus saya lakukan nanti untuk anda berdua?", tanya saya dengan curiga.
"Tolong terima saja dulu tawaran kami. Semua ini kami lakukan dengan tulus. Percayalah bahwa ini memang jalannya untuk mba bertemu dengan kami."
"Baiklah... Dimana lahan kosongnya?"
"Daerah Patal Senayan.."
Apa? Saya kaget! Ini kebetulan yang aneh! Dan saya harus percaya, sekali lagi, harus percaya kembali dengan kebetulan! Saya benci kebetulan, karena kebetulan-kebetulan membawa kebingungan yang dahsyat bagi saya. Patal Senayan, daerah yang sangat dekat dengan tempat eksekusi BDM 2008. Kebetulan yang parah!
"Baiklah...", saya hanya menjawab sepenggal kata itu sambil menahan pusing yang saya benci karena kebetulan yang saya benci itu terjadi!
Saya melihat sepasang suami istri itu meninggalkan saya dengan no telpon di tangan saya dan dengan banyak pertanyaan yang terlihat di wajah saya. Kenapa begini? Kenapa begitu? Seperti si burung hantu jaman dulu itu.
Lekas saya berpikir kembali, bagaimana caranya memindahkan 650 burung merpati yang saya pelihara saat ini. Mengingat pak RT dan pak RW pasti dengan senang membantu, sayapun bertolak kerumah masing-masing kepala rukun tetangga warga dan tetangga saya untuk mendapatkan bantuan tersebut, yang bisa saja, sebuah kebetulan lagi! Tapi benar, Pak RT sedang di rumah Pak RW! Argh! Saya benci kebetulan.
"Jadi kamu mau minta batuan saya untuk memindahkan burung-burung itu?", tanya Pak RW kepada saya sambil memberi pandangan bahagia kepada Pak RT.
"Iya, Pak. Mungkin boleh dibantu?"
"Bisa! Mau kapan?", tanya Pak RT.
"Siang ini?"
"OK!", jawab keduanya spontan
Yang saya hanya bisa lakukan cuman tetap kembali ke rumah dengan bingung dengan kebetulan pagi ini.
Tapi saya harus berpikir keras, bagaimana caranya membawa semua merpati itu turun yah?
Telepon genggam sayapun berbunyi.... Mengeluarkan sebuah nama... Sebuah kebetulan lagi?
nb: kembali mentokssss... hak3!!!!! 160908, 21:44, masih di kantor :P, maap kalau terkesan garing dan membetekan, pengen ngelanjutin koq yah mentoks ma kerjaan. hak3!!!
No comments:
Post a Comment